Dulu literasi dimaknai sebagai kemampuan membaca dan menulis. Semakin luas perkembangan bahasa dan budaya, semakin luas juga arti literasi. Saat ini literasi bukan sekedar kemampuan baca tulis, tapi kemampuan seseorang untuk memberdayakan segenap potensi dan ketrampilan yang dimilikinya untuk memahami situasi dan harapan sosial, ekonomi, politik dan permasalahan dunia lainnya.
R.A. Kartini terbukti sangat visioner bila dihubungkan dengan perkembangan makna literasi tersebut. Kartini dikenal sebagai pejuang pendidikan bagi para perempuan dengan mengajari mereka membaca dan menulis. Namun sebenarnya dia melakukan lebih dari itu. Ada tiga literasi utama yang dia perjuangkan.
1. Literasi Pendidikan
Salah satu tahapan perkembangan manusia setelah dia bisa berbicara dan berjalan adalah bisa membaca dan menulis, serta berhitung. Mestinya ketiganya diajarkan juga oleh R.A. Kartini, tidak hanya membaca dan menulis saja. Dengan menguasai calistung, seseorang bisa belajar apa saja yang dia inginkan. Dia bisa mengetahui apapun dengan rajin membaca.
Dia bisa membagikan pengetahuannya dengan menulis. Membaca adalah ketrampilan resepsi, pemahaman. Menulis adalah ketrampilan produksi, memahamkan orang lain. Dan dia bisa menguasai logika dan perhitungan angka dan uang dengan kemampuannya berhitung. Dia tidak bisa dimanipulasi dan dibohongi orang lain. Dia punya kuasa atas dirinya sendiri. Dengan kemampuannya, dia bisa mendapatkan pendidikan dan pengetahuan setinggi-tingginya dan sebanyak-banyaknya.
2. Literasi Gender
Yang diajarkan R.A. Kartini adalah menyamakan hak antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dibukakan matanya bahwa dia punya hak yang sama dengan laki-laki.
Salah satunya adalah hak pendidikan yang dia tuangkan dalam pelajaran membaca dan menulis. Kartini juga tidak hanya mengajar atau mendidik, dia juga memberi teladan kepada para perempuan bahwa dia punya kemampuan membaca dan menulis yang sama dengan saudara laki-lakinya.
Salah satu buktinya adalah dia bisa berbahasa Belanda, bisa membaca buku-buku Belanda dan bisa menulis surat dalam Bahasa Belanda, yang kita kenal sebagai buku berjudul ‘Habislah Gelap, Terbitlah Terang’. Kata sekolah pun dulu hanya untuk para lelaki, Kartini memberi hak tersebut kepada perempuan dengan mendirikan sekolah untuk para perempuan.
3. Literasi Kelas
Walaupun R.A. Kartini tidak berhasil memperjuangkan ibu kandungnya yang bukan dari keluarga ningrat untuk diakui sejajar dengan keluarga ningrat yang lain, usaha Kartini ini membuka mata orang-orang bahwa kelas sosial itu ada dan seharusnya tidak terjadi. Selain menunjukkan kelas sosial dari budaya Jawa, Kartini juga mengajak untuk melihat perbedaan kelas pribumi dan kelas orang Belanda.
Perbedaan kelas ini yang dia perjuangkan untuk dihilangkan. Salah satunya dengan Kartini berusaha sekolah di luar negeri, seorang perempuan dan seorang pribumi yang melintas kelas sosial. Kartini menegaskan bahwa keberadaan kelas sosial tidak menguntungkan bagi negara dan bangsa.
Perbedaan ini bisa diubah dengan tercapainya hak yang sama antara laki-laki dan perempuan dan penyebaran pendidikan yang merata. Semua bisa bersama-sama membangun bangsa dengan kemampuan yang setara.
https://www.kompasiana.com/